liputan6online.com | JATIM- Kasus dugaan korupsi kredit fiktif Bank Jatim Cabang Kepanjen, Malang, yang merugikan negara Rp170 miliar akan memasuki tahap persidangan. Sebab, para tersangka ini sudah diserahkan jaksa penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Kepanjen, Kamis (17/6/2021) kemarin.
Empat tersangka tersebut adalah Kepala Bank Jatim Cabang Kepanjen, Ridho Yunianto, karyawan Bank Jatim bagian penyedia kredit Edhowin Farisca Riawan, Koordinator Debitur Dwi Budianto, dan Kreditur Andi Pramono.
“Sebelum diserahkan kepada JPU, para tersangka terlebih dahulu menjalani tes kesehatan dan swab antigen dan dinyatakan negatif,” kata Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Jatim Fathur Rohman, SH, Jumat (18/6/2021).
Informasi dari Kejati Jatim, berkas perkara korupsi Bank Jatim Kepanjen Malang dinyatakan lengkap pada Selasa, 15 Juni 2021 lalu. Kemudian empat tersangka ditahan oleh JPU di Cabang Rumah Tahanan Kelas I Surabaya pada Kejaksaan Tinggi Jawa Timur. Mereka ditahan selama 20 hari sejak 17 Juni 2021.
Penahanan Rutan para tersangka dilakukan atas dasar subyektif dan obyektif. Tersangka disangka melanggar primair pasal 2 sub psl 3 UU Tindak Pidana Korupsi (TPK) jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP yang ancaman hukumannya di atas 5 tahun. “Alasan lain dikhawatirkan melarikan diri, mengulangi perbuatannya dan menghilangkan barang bukti,” terang Fathur.
Selanjutnya Penuntut Umum akan segera melengkapi surat dakwaan guna dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Surabaya.
Sebelumnya, Asisten Pidana Khusus Kejati Jatim Rudi Irmawan mengungkapkan nilai kerugian dalam perkara kredit fiktif Bank Jatim Kepanjen mencapai Rp170 miliar. Ini berdasarkan perhitungan dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Jatim.
Kasus dugaan korupsi Bank Jatim Cabang Kepanjen ini bermula dari proses realisasi kredit yang diberikan Bank Jatim Cabang Kepanjen kepada 10 kelompok debitur dalam kurun waktu 2017 hingga September 2019. Tercatat masing-masing kelompok debitur berjumlah tiga hingga 24 anggota.
Keempat tersangka itu saling kongkalikong demi mencairkan kredit tersebut, kendati tahapan pengajuannya tidak ada satupun yang memenuhi persyaratan. “Modusnya adalah memakai nama-nama orang lain untuk menerima pencairan kredit. Seolah-olah persyaratan yang diajukan oleh debitur telah lengkap,” jelas Rudi Irmawan.
Lantaran proses pencairan yang tak layak itu, kredit yang sudah dicairkan tak bisa terbayar, sehingga cicilannya dinyatakan macet. Rudi menandaskan hasil audit BPKP Perwakilan Jatim yang menyatakan kerugian Negara dalam perkara ini mencapai Rp170 miliar menjadi berkas pelengkap. (Redho)