Penyidik PPA Polrestabes Medan, Tidak Profesional Dalam Menentukan Pasal Pidana

Editor: Jurnalis author photo


liputan6online.com
| MEDAN- Keluarga tersangka yang tersandung dalam perkara perbuatan pencabulan anak dibawah umur, menilai penyidik Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polrestabes Medan, tidak profesional dalam menentukan pasal pidana, Rabu (1/9/2021).


Hal tersebut diungkapkan Farida (34 tahun) merupakan kakak kandung dari tersangka berinisial RH (24 tahun) yang kini tersangka masih berada di Rumah Tahanan Polisi (RTP) Polrestabes Medan, sebagai tahanan titipan jaksa.

Farida menuturkan, penangkapan serta penahanan terhadap adik kandungnya RH, terjadi pada Senin 22 Februari 2021 tepatnya di halaman parkir Polrestabes Medan, setelah dirinya datang memenuhi panggilan dari penyidik PPA untuk dimintai keterangannya.

Tersangka RH diamankan polisi atas dasar laporan dari pihak keluarga korban berinisial AH, dengan Nomor Laporan Polisi (LP) 2668/K/2020 Polrestabes Medan, pada 26 Oktober 2020.

"Usai adik saya RH dimintai keterangannya selaku saksi oleh penyidik kami pun lalu dipersilahkan untuk pulang. Namun ketika kami berada dihalaman parkir tepatnya diluar kantor Polrestabes Medan, disitu polisi dengan membawa surat penangkapan lalu mengamankan adik saya,"tutur Farida, kepada wartawan.

Dijelaska Farida, setelah diamankan lantas RH kembali dilakukan pemeriksaan dan akhirnya ditahan. Namun sangat disayangkan pihak penyidik PPA Polrestabes Medan, tidak profesional dalam menentukan pasal yang disangkakan terhadap RH.

"Perihal itu dikatakan oleh kuasa hukum adik saya bahwa pihak penyidik sangat tidak profesional dalam menentukan pasal yang disangkakan kepada RH. Sehingga penentuan pasal yang dilakukan penyidik jelas tidak sesuai dengan KUHPidana,"sebut Farida.

Sementara Binsar Siringoringo SH selaku kuasa hukum RH (tersangka) menjelaskan bahwa selain penyidik, pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU) juga tidak profesional dalam menetapkan pasal yang didakwakan kepada kliennya.

Dalam lampiran Berkas Acara Perkara (BAP) dari penyidik PPA Polrestabes Medan, disitu RH kliennya disangkakan dengan pasal 292, 293 KUHPidana. Dimana pasal tersebut tidak dijelaskan berapa batas usia yang dikategorikan anak dibawah umur.

"Ironisnya lagi, pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU) justru malah menetapkan pasal dakwaannya dengan pasal 285, 289 KUHPidana. Dimana dengan pasal itu klien saya berarti dituding melakukan pemaksaan, ancaman ataupun kekerasan,"sebutnya.

Dikatakannya, jika dugaan penyelewengan hukum itu pihaknya akan melakukan tindakan hukum setelah putusan sidang nanti. Sebab kejanggalan dari pihak jaksa dan hakim serta keterangan kebohongan yang diciptakan oleh korban seakan dengan segaja memojokkan terhadap kliennya.

"Pada saat perbuatan pencabulan yang disangkakan itu terjadi, disitu korban telah berusia 18 tahun 1 bulan. Kita harus tahu usia berapa yang dikategorikan anak yang masih dibawah umur,"katanya

Binsar menambahkan, pada saat persidangan berlangsung di pengadilan negeri Medan, disitu korban memberikan keterangan palsu dengan berdalih tidak mengenali dua orang laki-laki masing-masing berinisial MK dan FT yang lebih dulu menyetubuhinya.

"Dalam lampiran Berkas Acara Perkara (BAP) penyidik disitu korban menerangkan bahwa sebelum klien saya, ditahun 2018 korban lebih dulu melakukan hubungan suami-istri dengan laki-laki berinisial MK dan FT. Ditambah lagi korban menyebutkan dipersidangan bahwa hasil tes DNA ternyata anak yang dilahirkannya itu bukan anak dari RH, klien saya,"jelas Binsar. (L6OC/Hendra Tanjung)
Share:
Komentar

Berita Terkini