liputan6online.com | TAPSEL- Segala kekayaan dan khazanah tersebut akan bisa terkikis terutama bagi anak muda yang merasa bahwa melakukan budaya luar itu adalah trend dan kekinian. Bila hal tersebut dibiarkan, lambat laun bahasa Angkola tidak akan lestari di negerinya sendiri, Tapanuli Selatan.
Sudah saatnya kini masyarakat, tenaga pendidik, dan tokoh masyarakat, untuk memberikan edukasi ke anak usia sekolah tentang warisan budaya di Tapsel. Sebab, menurut Bupati, banyak pembelajaran yang dapat digali oleh generasi penerus dari para leluhur di Bumi Tapsel.
“Ketika pertama sekali saya bertugas di Tapanuli Selatan, saya membayangkan ketika berkeliling Tapsel, bagaimana jika dibuat semacam teater, karya tulis, puisi, ataupun drama yang diperankan anak-anak kita, yang mengisahkan tentang perjuangan para leluhur di Tapsel,” ungkap Bupati disela acara revitalisasi bahasa Angkola dalam ‘Martahi Godang’ dan ‘Mangupa’ Tapsel digelar di Gedung Serbaguna Sarasi, Komplek Perkantoran Pemerintah Tapanuli Selatan, (1/9/2021).
Bupati menganggap, pengenalan budaya Tapsel tersebut bisa dilakukan oleh anak sedini mungkin, apakah pada usia SD maupun yang lebih muda lagi seusia taman kanak-kanak. Melalui kesenian, pembelajaran dan pesan yang masuk akan terkesan riang, gembira namun tetap bisa memberikan pelajaran-pelajaran kehidupan karena yang ditampilkan adalah kisah kepahlawanan dari tokoh Tapanuli Selatan.
Pentas seni tersebut dapat memacu jiwa sosial anak, karena di setiap kegiatan kesenian, secara tak langsung mereka bisa bergaul dengan rekan sesama pelajar. Mereka juga terus berlatih dan melakukan pentas, serta sekaligus dapat dipantau agar anak-anak terhindar dari kenakalan anak dan remaja terutama narkoba.
“Saya membayangkan drama itu ditampilkan dalam bahasa Angkola dan bisa di terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, Inggris maupun Tiongkok. Jadi satu kegiatan bisa memberikan multi manfaat. Mulai dari pelestarian bahasa Angkola itu sendiri, budaya, hingga seni tari, dan bisa sekaligus mereka (anak) hidupkan. Dengan menggunakan teknologi digital, mendatangkan anak muda kreatif lain yang mengabadikan dalam bentuk gambar foto maupun video hasil karya seninya. Hasilnya bisa mendatangkan orang luar bahkan dunia internasional yang tertarik untuk mempelajari kebudayaan masyarakat Tapsel,” terangnya.
Menurut Bupati, melestarikan budaya Tapsel bagi anak termasuk kekayaan bahasa dan sastra, mengingat derasnya budaya asing yang masuk dan dengan mudah diakses melalui ponsel pintar saat ini, hampir setiap orang memilikinya. Sehingga Bupati berkeinginan, ketika pandemi Covid-19 berakhir, maka dia akan menggalakkan kembali kegiatan kesenian budaya, dalam melestarikan bahasa dan sastra Tapsel untuk anak.
Di era globalisasi seperti saat ini, Bupati meyakini minat anak dalam mempelajari bahasa daerah perlu terus ditumbuhkan. Jika tidak dikhawatirkan, eksistensi bahasa daerah akan berkurang atau tergerus karena hal itu. Pemerintah melalui berbagai kajian yang telah dilaksanakan selama ini berupaya, agar bahasa daerah tetap eksis dan tak hilang ditelan zaman.
Bahasa Indonesia sebagai bahasa yang wajib kita pergunakan, dan bahasa Angkola wajib kita lestarikan sementara bahasa asing perlu kita kuasai. Dengan demikian, masyarakat Tapsel akan tetap percaya diri berhadapan dengan masyarakat luar, karena meski bergaul dengan masyarakat internasional namun tidak melupakan bahasa dimana daerahnya berasal yaitu Tapanuli Selatan.
Dalam hal ini, melestarikan bahasa daerah, juga perlu tindak nyata dari segenap pihak termasuk keinginan anak sekolah untuk mempelajarinya. Dia mengaku, penyelamatan bahasa daerah dilakukan dengan menggelar pelatihan dan dokumentasi yang hasilnya diharapkan dapat memiliki daya tahan jangka panjang. Sehingga, generasi penerus di Tapsel lebih mencintai bahasa daerah terkhusus Angkola.
Untuk melestarikan bahasa daerah Tapsel, beberapa waktu lalu, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan didukung oleh Forum Komunikasi antar Lembaga (Forkala) telah melakukan kegiatan revitalisasi bahasa Angkola. Pemkab Tapsel, berkomitmen untuk tetap melestarikan dan merevitalisasi bahasa daerah Angkola.
“Kemudian, kita akan bahas bagaimana caranya bidang studi bahasa Angkola tidak hanya menjadi muatan lokal (Mulok) saja. Melainkan harus menjadi mata pelajaran wajib bagi anak-anak kita,” tandas Bupati.
Perwakilan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Deni Setiawan, M.AP, mengatakan, pihaknya telah memberikan kenang-kenangan berupa ‘Mars Tunas Bahasa Ibu’ yang merupakan mars perdana lahir di Tapsel.
Pihaknya juga mengucap terimakasih dan penghargaan ke Pemkab Tapsel melalui Dinas Pendidikan atas terselenggaranya acara revitalisasi bahasa itu.
Kegiatan revitalisasi bahasa daerah itu, sambung Deni, adalah wujud komitmen pihaknya terhadap amanat Undang-undang No.24/2019 tentang pengembangan, pembinaan, dan perlindungan bahasa Indonesia. Kegiatan itu juga komitmen dalam pembangunan sumber daya manusia (SDM).
Di mana, diketahui bersama pembangunan SDM merupakan prioritas yang akan melahirkan Indonesia tangguh. SDM yang tangguh harus memiliki nilai-nilai luhur suatu bangsa.
Amatan awak media, kegiatan itu Tampak hadir, Wakil Bupati Rasyid Assaf Dongoran, Tim Kemendikbud Ristek RI, perwakilan Balai Bahasa Sumut, pimpinan OPD, Ketua TP PKK Tapsel Ny Rosalina Dolly Pasaribu, Camat se-Tapsel, Ketua Dewan Kesenian, Ketua Forkala, para Kasek, Guru, siswa SMP dan SMA serta tokoh dan raja-raja adat Tapanuli Selatan. (L6OC/Tantawi)