Ketum LSM Bakornas: Urgensi Peran Serta Masyarakat Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Editor: Jurnalis author photo


liputan6online.com
| DEPOK- Kejahatan Korupsi telah mengakibatkan kehancuran bagi perekonomian bangsa. Peran masyarakat harus turut serta dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi dengan alasan bahwa masyarakat sebagai korban dan masyarakat sebagai komponen negara. 


Korupsi merupakan fenomena
sosial yang masih sulit dalam pemberantasannya, karena sudah menjadi budaya. Efek kejahatan korupsi telah mengakibatkan kehancuran
bagi ekonomi bangsa. Dengan adanya korupsi pembangunan dalam segala bidang tidak berjalan secara baik. 

Hal itu disampaikan oleh Hermanto, S.Pd.K Ketua Umum LSM Badan Anti Korupsi Nasional (BAKORNAS) di Kantor DPP LSM BAKORNAS, Cilangkap Kota Depok, Selasa (8/2/2022).

Ia mengatakan, Kejahatan korupsi telah menjadi gurita yang menyengsarakan rakyat Indonesia. Oleh karena itu, Tindak Pidana Korupsi merupakan masalah serius, tindak pidana ini dapat membahayakan stabilitas dan keamanan masyarakat, membahayakan pembangunan sosial ekonomi dan juga politik. Serta dapat merusak nilai-nilai demokrasi dan moralitas karena lambat laun perbuatan ini seakan menjadi budaya.

Upaya untuk memberikan penyadaran terhadap masalah korupsi harus melibatkan peran serta masyarakat. Sesuai dengan amanah Undang-undang No. 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Di mana pada pasal 41 menyebutkan bahwa masyarakat dapat berperan serta membantu upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana
korupsi.

Ketum LSM BAKORNAS itu menyebutkan, Peran Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) sebagai kekuatan pengimbang, pemberdaya masyarakat, dan sebagai lembaga perantara memiliki peranan di dalam bidang pencegahan, pengendalian, dan penanganan kasus korupsi.

Ia menegaskan, LSM antikorupsi seharusnya mampu memberikan kontribusi yang signifikan dalam memberantas korupsi, dan membangun model pemberdayaan LSM antikorupsi yang efektif, sehingga selanjutnya berkontribusi signifikan dalam memerangi korupsi. Perlunya model pendidikan anti korupsi menyangkut perspektif mentalitas budaya dan pembentukan perilaku anti korupsi di masyarakat.

Hermanto menerangkan, Dasar hukum bagi masyarakat untuk dapat berperan serta dalam pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebenarnya sudah diatur di dalam pasal 108 ayat 1 dan ayat 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHP), yaitu: (1) Setiap orang yang mengalami, melihat, menyaksikan dan atau menjadi korban peristiwa yang merupakan tindak pidana berhak untuk mengajukan laporan atau pengaduan kepada penyidik atau penyelidik baik lisan maupun tertulis; (2) Setiap pegawai negeri dalam rangka melaksanakan tugasnya yang mengetahui tentang terjadinya peristiwa yang merupakan tindak pidana wajib segera melaporkan hal itu kepada penyelidik atau penyidik.

Peran serta masyarakat dalam pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tambah semakin jelas lagi berdasarkan ketentuan Undang- undang No. 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pada pasal 41 ayat 2 disebutkan bahwa peran serta masyarakat dalam pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dapat diwujudkan dalam bentuk: (a) Hak untuk mencari, memperoleh dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi Tindak Pidana Korupsi; (b) Hak untuk memperoleh pelayanan dalam mencari, memperoleh dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi Tindak Pidana Korupsi kepada penegak hukum yang menangani perkara Tindak Pidana Korupsi; (c) Hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab kepada penegak hukum yang menangani perkara Tindak Pidana Korupsi; (d) Hak untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang laporannya yang diberikan kepada penegak hukum dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari; (e) Hak untuk memperoleh perlindungan hukum dalam hal: Melaksanakan haknya sebagaimana dimaksud dalam huruf a,b, dan c; dan diminta hadir dalam proses penyelidikan, penyidikan dan di sidang pengadilan sebagai saksi pelapor, saksi atau saksi ahli, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (L6OC/Sendi)
Share:
Komentar

Berita Terkini