Kepsek SMA Negeri 6 Bantah Soal Tudingan Korupsi Dana Bos dan Perbudakan Guru

Editor: Liputan 6 author photo


Siti Rahma Lubis, kepala sekolah SMA Negeri 6 Medan (liputan6online.com)

liputan6online.com I MEDAN - Kepala Sekolah SMA Negeri 6 Medan, membantah terkait adanya dugaan korupsi dana Bantuan Operasional Sekolah (Bos) serta perbudakan yang ditudingkan terhadap dirinya oleh sejumlah tenaga pengajar (guru).

Bantahan tersebut disampaikannya berdasarkan kebohongan yang diciptakan oleh oknum-oknum guru yang merasa tidak senang selama hampir setahun kepemimpinannya disekolah tersebut. 

Siti Rahma Lubis, selaku kepala sekolah (Kepsek) di SMA 6 Negeri Medan itu mengatakan jika dirinya mulai menjabat Kepala Sekolah sejak 5 Januari 2022 hingga saat ini.

"Januari sampai Juni 2022 saya diangkat sebagai Plt dan Juni hingga saat ini November 2022 saya didefinitifkan. Jadi saya belum ada setahun menjabat sebagai kepala sekolah,"jelas Siti, kepada wartawan Jumat (25/11/2022).

Dikatakannya, jika masa jabatannya (Kepsek) belum genap setahun kenapa para oknum guru-guru ditempatnya menuding dirinya telah melakukan korupsi Dana Bos. Bahkan para oknum guru-guru tersebut menebar isu jika dirinya telah melakukan tindakan teror dan arogan serta melakukan perbudakan terhadap guru sebagai mana yang telah diberitakan oleh salah satu media online.

"Sangat miris sekali bagi saya atas tudingan-tudingan yang telah diciptakan oleh oknum-oknum guru itu. Apa lagi tudingan tindakan teror dan arogan serta perbudakan terhadap guru. Jelas hal ini saya keberatan, dikarenakan saya masih punya atasan, tentunya hal ini nanti saya tindak lanjuti sesuai arahan dari pimpinan,"katanya.

Lanjut Siti, pengelola dana Bos sejauh ini sudah transparan. Bahkan sejak ia menjabat sebagai kepala sekolah kebijakan perihal iuran uang SPP semula senilai Rp 200 ribu kini menjadi Rp 165 rb. Hal itu dilakukan untuk meringankan beban orangtua murid. 

Selain itu Aiti Rahma Lubis, juga membuat kebijakan meringkan beberapa orangtua murid yang tidak mampu membayar iuran SPP. Bahkan ada 9 murid yakni anak guru tidak dipungut iuran uang SPP dari Januari hingga November 2022.

"Ada beberapa murid yang orangtuanya sebagai guru disana tidak dipungut iuran uang sekolah. Mengenai adanya CCTV yang terpasang di sejumlah sudut gedung sekolah, mungkin hal itu menjadi keluhan dari guru-guru. Padahal hal itu bertujuan untuk memonitoring dalam mengawasi kinerja murid maupun guru bahkan juga saya sendiri. Jadi itu tidak benar dikatakan perbudakan,"terangnya. 

Di singgung adanya paksaan terhadap guru untuk membuat surat pernyataan, yang isinya bersedia melaksanakan tugas tanpa dibayar. 

" Itu tidak benar, ada beberapa guru membuat surat pernyatan klarifikasi perihal tudingan mereka terdahap saya. Jadi tidak ada unsur paksaan dan semua keterangan guru berbeda. Jadi itu isi surat bukan suatu pembelaan melainkan saran dan masukan terhadap saya", ucapnya

Ia menambahkan, tudingan-tudingan tidak benar itu jelas merugikan dirinya karena secara tidak langsung para oknum-oknum guru itu telah melakukan pembunuhan karakter seseorang. Tudingan itu tidak mendasar dari pengakuan guru dan tenaga pengajar yang merasa diintimidasi ditambah lagi adanya tudingan sampai membatasi air minum para guru.

"Saya merasa perihal pembatasan air minum merupakan isu yang mengada-ngada. Hal ini jelas membunuh karakter seseorang. Kuat dugaan saya dibalik isu ini semua ada aktor yang memainkannya. Terhadap guru yang membangkang yang tidak mau mengikuti peraturan Gubernur dan Kadis Pendidikan saat ini suda dalam proses,"pungkasnya. (L6OC/Hendra Tanjung)

Share:
Komentar

Berita Terkini