liputan6online.com | TAPSEL- Bertahun-tahun, warga Desa Ramba Sihasur, Kecamatan Sipirok, Kabupaten Tapanuli Selatan, (Sumut), harus melalui jalan rusak sepanjang 5 kilometer. Akibatnya, akses warga ke pusat Ibu kota Sipirok terganggu, kamis (24/6/2021).
Desa yang dihuni oleh 283 warga dari 67 KK ini pekerjaannya dominan petani kopi dan padi, berpenghasilan rata-rata standard akibat akses jalan menuju kota sipirok rusak berkepanjangan.
Para petani yang ingin menjual hasil pertaniannya terpaksa harus mengeluarkan biaya transportasi lebih mahal karena angkutan umum yang bisa masuk ke daerah tersebut hanya truck roda enam dengan bak terbuka (modifikasi) beroperasi hanya sekali dalam sepekan.
“Jalan ini terakhir dibangun tahun 2012 dengan lebar 2,5 meter. Sekarang keadaan-nya dapat membahayakan pengemudi kenderaan," ungkap acing Nasution salah seorang warga sipirok yang selalu melintas dijalan menuju desa rambe.
Selain itu, Salah seorang tertua masyarakat di desa Ramba Sihasur, Gomuk pane mengaku sangat miris melihat pemerintah Tapsel yang terkait seakan terkesan tidak peduli dan membiarkan kondisi jalan tersebut.
“Sedih jika melihat jalan ini. Untuk melaluinya saja sangat sulit sekali terlebih musim hujan tidak akan ada transportasi yang mau kesini,” sebutnya.
Lanjut dikatakan Gomuk Panel, untuk menyekolahkan anak ke tingkat SMP atau lanjutan, para orangtua harus mampu membeli sepeda motor. Bila tidak, maka si anak harus bersedia tinggal di tempat kost atau menumpang di rumah famili di sekitar sekolah lanjutan yang di tuju karena di desa itu yang ada hanya sekolah dasar," katanya.
Disamping itu, Kepala Desa Ramba Sihasur, Misnan Ritonga didampingi Kasi Pemerintahan Desa Muhammad Aspan Lumbantobing mengatakan, pihaknya sudah sering membuat usulan perbaikan jalan itu ke pemerintah, namun hingga kini belum terealisasi.
“Sudah sering kita buat usulan pembangunannya ke Pemkab Tapsel pak,” kata Kades Ramba Sihasur, Misnan Ritonga.
Akibat jalan rusak itu, petani kesulitan mengeluarkan hasil bumi dari desa tersebut. Padahal persawahan di desa itu menghasilkan padi sedikitnya 30 ton pertahun. Ada juga kopi sekitar 900 hingga 1100 kg pertahunnya.
(Tantawi Panggabean)